Sabtu, 09 Juni 2012

Konsumen


Nama   : Puteri Ekasari
NPM    : 25210423
Kelas   : 2 EB22

v Pengertian Konsumen
Konsumen yaitu beberapa orang yang menjadi pembeli atau pelanggan yang membutuhkan barang untuk mereka gunakan atau mereka konsumsi sebagai kebutuhan hidupnya.
Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Di samping itu, globalisasi dan perdaganan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan infomatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa yang, ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen.
Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan. Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Konsumen adalah seseorang yang menggunakan barang atau jasa. Konsumen diasumsikan memiliki informasi atau pengetahuan yang sempurna berkaitan dengan keputusan konsumsinya. Mereka tahu persis kualitas barang, kapasitas produksi, teknologi yang digunakan dan harga barang di pasar. Mereka mampu memprediksi julah penerimaan untuk suatu periode konsumsi. Berikut ini adalah wujud dari konsumen.
1.      Personal Consumer
Konsumen ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk penggunaannya sendiri.
2.      Organizational Consumer
Konsumen ini membeli atau menggunakan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dan menjalankan organisasi tersebut.
Pendekatan Perilaku Konsumen
Pendekatan perilaku konsumen terbagi dua yaitu:
1.      Teori Kardinal ( Cardinal Theory)
Teori Kardinal menyatakan bahwa kegunaan dapat dihitung secara nominal,sebagaimana kita menghitung berat dengan gram atau kilogram,panjang dengan centimeter atau meter. Sedangkan satuan ukuran kegunaan (utility) adalah util. Keputusan untuk mengkonsumsi suatu barang berdasarkan perbandingan antara manfaat yang diperoleh dengan biaya yang harus dikeluarkan. Nilai kegunaan yang diperoleh dari konsumsi disebut utilitas total (TU). Tambahan kegunaan dari penambahan suatu unit barang yang dikonsumsi disebut utilitas marjinal (MU). Total uang yang harus dikeluarkan untuk konsumsi adalah jumlah unit barang dikalikan harga per unit,



2.      Teori Ordinal ( Ordinal Theory )
a.       Kurva Indiferensi ( Indiference Curve )
Menurut Teori Ordinal, kegunaan tidak dapat dihitung tetapi hanya dapat dibandingkan, sebagaimana kita menilai kecantikan atau kepandaian seseorang. Untuk menjelaskan pendapatnya, Teori Ordinal menggunakan kurva indiferensi (indiferensi curve). Kurva indiferensi adalah kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi konsumsi dua macam barang yang memberika tingkat kepuasan yang sama bagi seorang konsumen. Suatu kurva indiferensi atau sekumpulan kurva indiferensi (yang disebut peta indiferensi atau indifference map), dihadapi oleh hanya seorang konsumen. Asumsi-asumsi. Kurva Indiferensi :
1)      Semakin jauh kurva indiferensi dari titik origin, semakin tingi tingkat kepuasannya.
2)      Kurva indiferensi menurun dari kiri ke kanan bawah (downward sloping), dan cembung ke titik origin ( convex to origin) atau adanya kelangkaan.
3)      Kurva indiferensi tidak saling berpotongan agar asumsi transitivitas terpenuhi
b.      Kurva Garis Anggaran ( Budget Line Curve )
Garis Anggaran (budget line) adalah kurva yang menunjukkan kombinasi konsumsi dua macam barang yang membutuhkan biaya (anggaran) yang sama besar. Misalnya garis anggaran dinotasikan sebagai BL, sedangkan harga sebagai P ( Px untuk X dan Py untuk Y ) dan jumlah barang yang dikonsumsi adalah Q ( Qx untuk X dan Qy untuk Y ), maka:
BL = Px.Qx + Py.Qy
  1. Perubahan Harga Barang dan Pendapatan
Perubahan harga dan pendapatan akan mempengaruhi daya beli, diukur dari besar luas bidang segi tiga yang dibatasi kurva garis anggaran. Bila luas bidang segitiga makin luas,maka daya beli meningkat,begitu juga sebaliknya.
Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
1.      Faktor Sosial
A.    Grup
Sikap dan perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak grup-grup kecil.Kelompok dimana orang tersebut berada yang mempunyai pengaruh langsung disebut membership group. Membership group terdiri dari dua, meliputi primary groups (keluarga, teman, tetangga, dan rekan kerja) dan secondary groups yang lebih formal dan memiliki interaksi rutin yang sedikit (kelompok keagamaan, perkumpulan profesional dan serikat dagang). (Kotler, Bowen, Makens, 2003, pp. 203-204).
a.       Pengaruh Keluarga
Keluarga memberikan pengaruh yang besar dalam perilaku pembelian. Para pelaku pasar telah memeriksa peran dan pengaruh suami, istri, dan anak dalam pembelian produk dan servis yang berbeda. Anak-anak sebagai contoh, memberikan pengaruh yang besar dalam keputusan yang melibatkan restoran fast food. (Kotler, Bowen, Makens, 2003, p.204)
B.     Peran dan Status
Seseorang memiliki beberapa kelompok seperti keluarga, perkumpulan-perkumpulan, organisasi. Sebuah role terdiri dari aktivitas yang diharapkan pada seseorang untuk dilakukan sesuai dengan orang-orang di sekitarnya. Tiap peran membawa sebuah status yang merefleksikan penghargaan umum yang diberikan oleh masyarakat (Kotler, Amstrong, 2006, p.135).

v Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

1.    Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
2.    Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
3.    Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
4.     Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
5.    Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan Konsumen adalah
1.    Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,
2.    Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
3.    Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen,
4.    Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,
5.    Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha,
6.    Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
v Hak Dan Kewajiban Konsumen

Janus Sidabalok dalam bukunya Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia menyebutkan bahwa ada tiga macam hak berdasarkan sumber pemenuhannya, yakni:
1.         Hak manusia karena kodratnya, yakni hak yang kita peroleh begitu kita lahir, seperti hak untuk hidup dan hak untuk bernapas. Hak ini tidak boleh diganggu gugat oleh negara, dan bahkan negara wajib menjamin pemenuhannya.
2.        Hak yang lahir dari hukum, Yaitu hak yang diberikan oleh negara kepada warga negaranya. Hak ini juga disebut sebagai hak hukum. Contohnya hak untuk memberi suara dalam Pemilu.
3.        Hak yang lahir dari hubungan kontraktual. Hak ini didasarkan pada perjanjian/kontrak antara orang yang satu dengan orang yang lain. Contohnya pada peristiwa jual beli. Hak pembeli adalah menerima barang. Sedangkan hak penjual adalah menerima uang.
Sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak Konsumen adalah :
1.         Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2.         Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3.         Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4.         Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5.         Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6.         Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7.         Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8.         Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9.         Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
1.         Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2.         Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3.         Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati,
4.         Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

v  Hak Dan Kewajiban Pelaku Konsumen

Hak pelaku usaha adalah :
1.         Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2.         Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikat tidak baik;
3.         Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaiakan hukum sengketa konsumen;
4.         Hak untuk rehabilitasi nama baik apbila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5.         Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban pelaku usaha adalah :
1.      Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2.      Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3.      Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
4.      Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5.      Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
6.      Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian  dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
7.      Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

v Perbuatan yang dilarang bagi Pelaku Usaha
Ketentuan mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam Pasal 8 – 17 UU PK. Ketentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yakni:
1.       Larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi (Pasal 8 )
2.       Larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9 – 16)
3.       Larangan bagi pelaku usaha periklanan (Pasal 17)
Larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi
Ada 10 larangan bagi pelaku usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PK,yakni pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan atau jasa yang :
1.       Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan 
ketentuan peraturan perundang-undangan;
2.       Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
3.       Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
4.       Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
5.       Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan  barang dan/atau jasa tersebut;
6.       Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan  atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
7.       Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
8.       Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan  “halal” yang dicantumkan dalam label;
9.       Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama  barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal  pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;
10.   Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Tiap bidang usaha diatur oleh ketentuan tersendiri. Misalnya kegiatan usaha di bidangmakanan dan minuman tunduk pada UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Tak jarang pula, tiap daerah memiliki pengaturan yang lebih spesifik yang diatur melalui Peraturan Daerah. Selain tunduk pada ketentuan yang berlaku, pelaku usaha juga wajib memiliki itikad baik dalam berusaha. Segala janji yang disampaikan kepada konsumen, baik melalui label, etiket maupun iklan harus dipenuhi.Selain itu, ayat (2) dan (3) juga memberikan larangan sebagai berikut:
v  (2)  Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
v  (3)  Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang  rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi  secara lengkap dan benar.
Ketentuan terakhir dari pasal ini adalah:
·           (4)  Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2)  dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.

v  Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau  diperdagangkan. Tanggung jawab produk timbul dikarenakan kerugian yang dialami  konsumen sebagai akibat dari “ produk yang cacat “, bisa dikarenakan kekurang  cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau  melakukan perbuatan melawan hukum.
Di dalam pasal 27,hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila :
1.       Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud  untuk diedarkan;
2.       Cacat barang timbul pada kemudian hari;
3.       Cacat timul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang ;
4.       Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen ;
5.       Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat  jangka waktu yang diperjanjikan.  

v Sanksi Pelaku Usaha

Masyarakat boleh merasa lega dengan lahirnya UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, namun bagian terbesar dari masyarakat kita belum tahu akan hak-haknya yang telah mendapat perlindungan dalam undang-undang tesebut, bahkan tidak sedikit pula para pelaku usaha yang tidak mengetahui dan mengindahkan UU Perlindungan Konsumen ini. 
Dalam pasal 62 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut telah diatur tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku usaha diantaranya sebagai berikut : 1) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dan milyard rupiah) terhadap : pelaku usaha yang memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan berat, jumlah, ukuran, takaran, jaminan, keistimewaan, kemanjuran, komposisi, mutu sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau keterangan tentang barang tersebut ( pasal 8 ayat 1 ), pelaku usaha yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa ( pasal 8 ayat 1 ), memperdagangkan barang rusak, cacat, atau tercemar ( pasal 8 ayat 2 ), pelaku usaha yang mencantumkan klausula baku bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen di dalam dokumen dan/atau perjanjian. ( pasal 18 ayat 1 huruf b ) 2) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) terhadap : pelaku usaha yang melakukan penjualan secara obral dengan mengelabuhi / menyesatkan konsumen dengan menaikkan harga atau tarif barang sebelum melakukan obral, pelaku usaha yang menawarkan barang melalui pesanan yang tidak menepati pesanan atau waktu yang telah diperjanjikan, pelaku usaha periklanan yang memproduksi iklan yang tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang/jasa. 
Dari ketentuan-ketentuan pidana yang disebutkan diatas yang sering dilanggar oleh para pelaku usaha masih ada lagi bentuk pelanggaran lain yang sering dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu pencantuman kalusula baku tentang hak pelaku usaha untuk menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen dalam setiap nota pembelian barang. Klausula baku tersebut biasanya dalam praktiknya sering ditulis dalam nota pembelian dengan kalimat “Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” dan pencantuman klausula baku tersebut selain bisa dikenai pidana, selama 5 (lma) tahun penjara, pencantuman klausula tersebut secara hukum tidak ada gunanya karena di dalam pasal 18 ayat (3) UU no. 8 tahun 1999 dinyatakan bahwa klausula baku yang masuk dalam kualifikasi seperti, “barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” automatis batal demi hukum. 
Namun dalam praktiknya, masih banyak para pelaku usaha yang mencantumkan klausula tersebut, di sini peran polisi ekonomi dituntut agar menertibkannya. Disamping pencantuman klausula baku tersebut, ketentuan yang sering dilanggar adalah tentang cara penjualan dengan cara obral supaya barang kelihatan murah, padahal harga barang tersebut sebelumnya sudah dinaikan terlebih dahulu. Hal tersebut jelas bertentangan dengan ketentuan pasal 11 huruf f UU No.8 tahun 1999 dimana pelaku usaha ini dapat diancam pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp.500 juta rupiah. 
Dalam kenyataannya aparat penegak hukum yang berwenang seakan tdak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa dalam dunia perdagangan atau dunia pasar terlalu banyak sebenarnya para pelaku usaha yang jelas-jelas telah melanggar UU Perlindungan Konsumen yang merugikan kepentingan konsumen. Bahwa masalah perlindungan konsumen sebenarnya bukan hanya menjadi urusan YLKI atau lembaga/instansi sejenis dengan itu, berdasarkan pasal 45 ayat (3) Jo. pasal 59 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen tanggung jawab pidana bagi pelanggarnya tetap dapat dijalankan atau diproses oleh pihak Kepolisian. ( Oktober 2004 )
Sanksi Perdata :
1.      Ganti rugi dalam bentuk :
-         Pengembalian uang atau
-         Penggantian barang atau
-         Perawatan kesehatan, dan/atau
-         Pemberian santunan
2.         Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi Administrasi : maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
Sanksi Pidana :
1.      Kurungan :
-         Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
o Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
-         Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
Hukuman tambahan , antara lain :
-         Pengumuman keputusan Hakim
-         Pencabuttan izin usaha;
-         Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
-         Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
-         Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .



Referensi :
http://www.kantorhukum-lhs.com/details_artikel_hukum.php?id=33