Nama : Puteri Ekasari
NPM : 25210423
Kelas : 2 EB22
v Pengertian Konsumen
Konsumen
yaitu beberapa orang yang menjadi pembeli atau pelanggan yang membutuhkan
barang untuk mereka gunakan atau mereka konsumsi sebagai kebutuhan hidupnya.
Pembangunan
dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan
perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa
yang dapat dikonsumsi. Di samping itu, globalisasi dan perdaganan bebas yang
didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan infomatika telah memperluas
ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah
suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa yang, ditawarkan bervariasi baik
produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi yang demikian pada
satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan
barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka
lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa
sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen.
Perilaku
konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan
pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan
jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan. Perilaku konsumen merupakan hal-hal
yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Konsumen adalah
seseorang yang menggunakan barang atau jasa. Konsumen diasumsikan memiliki
informasi atau pengetahuan yang sempurna berkaitan dengan keputusan
konsumsinya. Mereka tahu persis kualitas barang, kapasitas produksi, teknologi
yang digunakan dan harga barang di pasar. Mereka mampu memprediksi julah
penerimaan untuk suatu periode konsumsi. Berikut ini adalah wujud dari
konsumen.
1.
Personal Consumer
Konsumen ini membeli
atau menggunakan barang atau jasa untuk penggunaannya sendiri.
2.
Organizational Consumer
Konsumen ini membeli
atau menggunakan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan dan menjalankan
organisasi tersebut.
Pendekatan Perilaku
Konsumen
Pendekatan
perilaku konsumen terbagi dua yaitu:
1. Teori
Kardinal ( Cardinal Theory)
Teori
Kardinal menyatakan bahwa kegunaan dapat dihitung secara nominal,sebagaimana
kita menghitung berat dengan gram atau kilogram,panjang dengan centimeter atau
meter. Sedangkan satuan ukuran kegunaan (utility) adalah util. Keputusan untuk
mengkonsumsi suatu barang berdasarkan perbandingan antara manfaat yang
diperoleh dengan biaya yang harus dikeluarkan. Nilai kegunaan yang diperoleh
dari konsumsi disebut utilitas total (TU). Tambahan kegunaan dari penambahan
suatu unit barang yang dikonsumsi disebut utilitas marjinal (MU). Total uang
yang harus dikeluarkan untuk konsumsi adalah jumlah unit barang dikalikan harga
per unit,
2. Teori
Ordinal ( Ordinal Theory )
a. Kurva
Indiferensi ( Indiference Curve )
Menurut
Teori Ordinal, kegunaan tidak dapat dihitung tetapi hanya dapat dibandingkan,
sebagaimana kita menilai kecantikan atau kepandaian seseorang. Untuk
menjelaskan pendapatnya, Teori Ordinal menggunakan kurva indiferensi
(indiferensi curve). Kurva indiferensi adalah kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi
konsumsi dua macam barang yang memberika tingkat kepuasan yang sama bagi
seorang konsumen. Suatu kurva indiferensi atau sekumpulan kurva indiferensi
(yang disebut peta indiferensi atau indifference map), dihadapi oleh hanya
seorang konsumen. Asumsi-asumsi. Kurva Indiferensi :
1) Semakin
jauh kurva indiferensi dari titik origin, semakin tingi tingkat kepuasannya.
2) Kurva
indiferensi menurun dari kiri ke kanan bawah (downward sloping), dan cembung ke
titik origin ( convex to origin) atau adanya kelangkaan.
3) Kurva
indiferensi tidak saling berpotongan agar asumsi transitivitas terpenuhi
b. Kurva
Garis Anggaran ( Budget Line Curve )
Garis
Anggaran (budget line) adalah kurva yang menunjukkan kombinasi konsumsi dua
macam barang yang membutuhkan biaya (anggaran) yang sama besar. Misalnya garis
anggaran dinotasikan sebagai BL, sedangkan harga sebagai P ( Px untuk X dan Py
untuk Y ) dan jumlah barang yang dikonsumsi adalah Q ( Qx untuk X dan Qy untuk
Y ), maka:
BL = Px.Qx +
Py.Qy
- Perubahan
Harga Barang dan Pendapatan
Perubahan harga dan pendapatan akan
mempengaruhi daya beli, diukur dari besar luas bidang segi tiga yang dibatasi
kurva garis anggaran. Bila luas bidang segitiga makin luas,maka daya beli
meningkat,begitu juga sebaliknya.
Faktor yang
Mempengaruhi Perilaku Konsumen
1. Faktor
Sosial
A. Grup
Sikap
dan perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak grup-grup kecil.Kelompok dimana
orang tersebut berada yang mempunyai pengaruh langsung disebut membership
group. Membership group terdiri dari dua, meliputi primary groups (keluarga,
teman, tetangga, dan rekan kerja) dan secondary groups yang lebih formal dan
memiliki interaksi rutin yang sedikit (kelompok keagamaan, perkumpulan
profesional dan serikat dagang). (Kotler, Bowen, Makens, 2003, pp. 203-204).
a. Pengaruh
Keluarga
Keluarga memberikan pengaruh yang besar
dalam perilaku pembelian. Para pelaku pasar telah memeriksa peran dan pengaruh
suami, istri, dan anak dalam pembelian produk dan servis yang berbeda.
Anak-anak sebagai contoh, memberikan pengaruh yang besar dalam keputusan yang
melibatkan restoran fast food. (Kotler, Bowen, Makens, 2003, p.204)
B. Peran
dan Status
Seseorang
memiliki beberapa kelompok seperti keluarga, perkumpulan-perkumpulan,
organisasi. Sebuah role terdiri dari aktivitas yang diharapkan pada seseorang
untuk dilakukan sesuai dengan orang-orang di sekitarnya. Tiap peran membawa
sebuah status yang merefleksikan penghargaan umum yang diberikan oleh
masyarakat (Kotler, Amstrong, 2006, p.135).
v Asas dan Tujuan
Perlindungan Konsumen
1. Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya
bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
2. Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku
usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
3. Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun
spiritual,
4. Asas Keamanan
dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan
kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau
jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
5. Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun
konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen, tujuan dari
Perlindungan Konsumen adalah
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri,
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen,
4. Menciptakan
sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,
5. Menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga
tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha,
6. Meningkatkan
kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang
dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
v Hak Dan Kewajiban
Konsumen
Janus Sidabalok dalam
bukunya Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia menyebutkan
bahwa ada tiga macam hak berdasarkan sumber pemenuhannya, yakni:
1.
Hak manusia karena
kodratnya, yakni hak yang kita peroleh begitu
kita lahir, seperti hak untuk hidup dan hak untuk bernapas. Hak ini tidak boleh
diganggu gugat oleh negara, dan bahkan negara wajib menjamin pemenuhannya.
2.
Hak yang lahir dari
hukum, Yaitu hak yang diberikan oleh negara
kepada warga negaranya. Hak ini juga disebut sebagai hak hukum. Contohnya hak
untuk memberi suara dalam Pemilu.
3.
Hak yang lahir dari
hubungan kontraktual. Hak ini didasarkan
pada perjanjian/kontrak antara orang yang satu dengan orang yang lain.
Contohnya pada peristiwa jual beli. Hak pembeli adalah menerima barang.
Sedangkan hak penjual adalah menerima uang.
Sesuai
dengan Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak Konsumen
adalah :
1.
Hak atas kenyamanan,
keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2.
Hak untuk memilih
barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3.
Hak atas informasi yang
benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4.
Hak untuk didengar
pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5.
Hak untuk mendapatkan
advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen
secara patut;
6.
Hak untuk mendapat
pembinaan dan pendidikan konsumen;
7.
Hak untuk diperlakukan
atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8.
Hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima
tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9.
Hak-hak yang diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban
Konsumen
Sesuai dengan
Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
1.
Membaca atau mengikuti
petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau
jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2.
Beritikad baik dalam
melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3.
Membayar sesuai dengan
nilai tukar yang disepakati,
4.
Mengikuti upaya
penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
v Hak Dan Kewajiban
Pelaku Konsumen
Hak
pelaku usaha adalah :
1.
Hak untuk menerima
pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2.
Hak untuk mendapatkan
perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikat tidak baik;
3.
Hak untuk melakukan
pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaiakan hukum sengketa konsumen;
4.
Hak untuk rehabilitasi
nama baik apbila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak
diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5.
Hak-hak yang diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban
pelaku usaha adalah :
1. Beritikad
baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2. Memberikan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3. Memperlakukan
atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
4. Menjamin
mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5. Memberi
kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa
tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan;
6. Memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
7. Memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
v Perbuatan yang dilarang
bagi Pelaku Usaha
Ketentuan mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam Pasal 8 – 17 UU PK. Ketentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yakni:
1.
Larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi (Pasal 8 )
2.
Larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9 – 16)
3.
Larangan bagi pelaku usaha periklanan (Pasal 17)
Larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi.
Ada 10 larangan bagi pelaku usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PK,yakni pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan
atau jasa yang :
1.
Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
2.
Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
3.
Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
4.
Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
5.
Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
6.
Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan
atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
7.
Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/
pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
8.
Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan
“halal” yang dicantumkan dalam label;
9.
Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;
10.
Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam
bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Tiap bidang usaha diatur oleh ketentuan tersendiri. Misalnya kegiatan usaha di bidangmakanan dan minuman tunduk pada UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Tak jarang pula, tiap daerah memiliki pengaturan yang lebih spesifik yang diatur melalui Peraturan Daerah. Selain tunduk pada ketentuan yang berlaku, pelaku usaha juga wajib memiliki itikad baik dalam berusaha. Segala janji yang disampaikan kepada konsumen, baik melalui label, etiket maupun iklan harus dipenuhi.Selain itu, ayat (2) dan (3) juga memberikan larangan sebagai berikut:
v (2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
v (3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang
rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi
secara lengkap dan benar.
Ketentuan terakhir dari pasal ini adalah:
·
(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2)
dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
v Tanggung Jawab Pelaku
Usaha
Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau
diperdagangkan. Tanggung jawab produk timbul dikarenakan kerugian yang dialami
konsumen sebagai akibat dari “ produk yang cacat “, bisa dikarenakan kekurang
cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau
melakukan perbuatan melawan hukum.
Di dalam pasal 27,hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila :
1.
Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud
untuk diedarkan;
2.
Cacat barang timbul pada kemudian hari;
3.
Cacat timul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang ;
4.
Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen ;
5.
Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat
jangka waktu yang diperjanjikan.
v Sanksi Pelaku Usaha
Masyarakat boleh merasa lega dengan lahirnya UU No. 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, namun bagian terbesar dari masyarakat kita belum tahu
akan hak-haknya yang telah mendapat perlindungan dalam undang-undang tesebut,
bahkan tidak sedikit pula para pelaku usaha yang tidak mengetahui dan
mengindahkan UU Perlindungan Konsumen ini.
Dalam pasal 62 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
tersebut telah diatur tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh
Pelaku usaha diantaranya sebagai berikut : 1) Dihukum dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,-
(dan milyard rupiah) terhadap : pelaku usaha yang memproduksi atau
memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan berat, jumlah, ukuran, takaran,
jaminan, keistimewaan, kemanjuran, komposisi, mutu sebagaimana yang dinyatakan
dalam label atau keterangan tentang barang tersebut ( pasal 8 ayat 1 ), pelaku
usaha yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa ( pasal 8 ayat 1 ),
memperdagangkan barang rusak, cacat, atau tercemar ( pasal 8 ayat 2 ), pelaku
usaha yang mencantumkan klausula baku bahwa pelaku usaha berhak menolak
penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen di dalam dokumen dan/atau
perjanjian. ( pasal 18 ayat 1 huruf b ) 2) Dihukum dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima
ratus juta rupiah) terhadap : pelaku usaha yang melakukan penjualan secara obral
dengan mengelabuhi / menyesatkan konsumen dengan menaikkan harga atau tarif
barang sebelum melakukan obral, pelaku usaha yang menawarkan barang melalui
pesanan yang tidak menepati pesanan atau waktu yang telah diperjanjikan, pelaku
usaha periklanan yang memproduksi iklan yang tidak memuat informasi mengenai
resiko pemakaian barang/jasa.
Dari ketentuan-ketentuan pidana yang disebutkan diatas yang sering
dilanggar oleh para pelaku usaha masih ada lagi bentuk pelanggaran lain yang
sering dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu pencantuman kalusula baku tentang hak
pelaku usaha untuk menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen dalam
setiap nota pembelian barang. Klausula baku tersebut biasanya dalam praktiknya
sering ditulis dalam nota pembelian dengan kalimat “Barang yang sudah dibeli
tidak dapat ditukar atau dikembalikan” dan pencantuman klausula baku tersebut
selain bisa dikenai pidana, selama 5 (lma) tahun penjara, pencantuman klausula
tersebut secara hukum tidak ada gunanya karena di dalam pasal 18 ayat (3) UU
no. 8 tahun 1999 dinyatakan bahwa klausula baku yang masuk dalam kualifikasi
seperti, “barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan”
automatis batal demi hukum.
Namun dalam praktiknya, masih banyak para pelaku usaha yang mencantumkan
klausula tersebut, di sini peran polisi ekonomi dituntut agar menertibkannya.
Disamping pencantuman klausula baku tersebut, ketentuan yang sering dilanggar
adalah tentang cara penjualan dengan cara obral supaya barang kelihatan murah,
padahal harga barang tersebut sebelumnya sudah dinaikan terlebih dahulu. Hal
tersebut jelas bertentangan dengan ketentuan pasal 11 huruf f UU No.8 tahun
1999 dimana pelaku usaha ini dapat diancam pidana paling lama 2 (dua) tahun
penjara dan/atau denda paling banyak Rp.500 juta rupiah.
Dalam kenyataannya aparat penegak hukum yang berwenang seakan tdak tahu
atau pura-pura tidak tahu bahwa dalam dunia perdagangan atau dunia pasar
terlalu banyak sebenarnya para pelaku usaha yang jelas-jelas telah melanggar UU
Perlindungan Konsumen yang merugikan kepentingan konsumen. Bahwa masalah
perlindungan konsumen sebenarnya bukan hanya menjadi urusan YLKI atau
lembaga/instansi sejenis dengan itu, berdasarkan pasal 45 ayat (3) Jo. pasal 59
ayat (1) UU Perlindungan Konsumen tanggung jawab pidana bagi pelanggarnya tetap
dapat dijalankan atau diproses oleh pihak Kepolisian. ( Oktober 2004 )
Sanksi Perdata :
1.
Ganti rugi dalam
bentuk :
-
Pengembalian uang atau
-
Penggantian barang
atau
-
Perawatan kesehatan,
dan/atau
-
Pemberian santunan
2.
Ganti rugi diberikan
dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi Administrasi : maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
Sanksi Administrasi : maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25
Sanksi Pidana :
1.
Kurungan :
-
Penjara, 5 tahun, atau
denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15,
17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
o Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
o Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
-
Ketentuan pidana lain
(di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika
konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
Hukuman tambahan , antara lain :
-
Pengumuman keputusan
Hakim
-
Pencabuttan izin
usaha;
-
Dilarang memperdagangkan
barang dan jasa ;
-
Wajib menarik dari
peredaran barang dan jasa;
-
Hasil Pengawasan
disebarluaskan kepada masyarakat .
Referensi
:
http://www.kantorhukum-lhs.com/details_artikel_hukum.php?id=33