Selasa, 13 Maret 2012

Sejarah Hukum Perdata Indonesia, Sejak Zaman Romawi

Tugas Tulisan Tentang Hukum Perdata

Nama    : Puteri Ekasari
NPM      : 25210423
Kelas     : 2EB22

                Indonesiarek-‘Sejarah adalah milik pemenang’. Itu adalah salah satu jargon yang saya dengar ketika mempelajari ilmu sejarah. Namun ketika mempelajari ilmu hukum, saya menyimpulkan sendiri dengan: ‘hukum adalah milik penjajah’. Entah itu benar atau tidak. Simak saja sejarah KUHPer (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) di Indonesia.
                Sejarah mencatat bahwa kerajaan Romawi mempunyai peradaban sangat tinggi di masanya-entah hasil karya orang Romawi sendiri atau dari sari-sari pengetahuan Negara jajahannya tidak menjadi pokok masalah kali ini, maka tidak mengherankan apabila pada masa itu Kerajaan Romawi telah mempunyai hukum dan peraturan yang berlaku bagi warganya. Salah satu wilayah yang ernah menjadi warganya (terjajah) adalah Negara Perancis, maka warga Perancis juga harus menggunakan hukum yang berasal dari kerajaan Romawi.
                Setelah zaman kerajaan berakhir dan Perancis membentuk Negara sendiri, pada tanggal 21 Maret  1804 hukum di Negara Perancis dikodifikasikan dengan nama Code Cevil des Francis. Kemudian tahun 1807, kodifikasi ini digunakan lagi dengan nama Code Napoleon.
                Sewaktu Perancis menduduki Belanda, Code Napoleon ini berlaku pula sebagai kitab undang-undang resmi di Negara Belanda. Setelah merdeka dan Perancis meninggalkan negaranya, Belanda juga mengkodifikasi hukum yang berasal dari Code Napoleon dan Hukum Belanda Kuno, pada tahun 1838, pemerintah kerajaan Belanda telah mengkodifikasikan BW (Bugelijk Wetboek) atau Kitab Undang-Undang Hukum Sipil dan WyK (Wetboek Koophandel) atau Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
                Selanjutnya masa penjajahan berpindah ke Indonesia. BW dan Wyk oleh pemerintahan Hindia Belanda ditiru dengan asas konkordasi (sesuai pasal 75 Regerins Reglement jo Pasal 131 Indische Staatsregeling) di Indonesia. Sehingga pemerintahan Hindia Belanda kala itu mengodifikasikan keduanya dan menyusun KUHPer (Kutab Undang-Undang Hukum Perdata) serta KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang). Kodifikasi ini diumumkan pada tanggal 30 April 1847 berdasarkan  Staatsblad No. 23 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848.
                Pada masa penjajahan Jepang, Jepang tidak membawa hukum baru bagi Negara jajahannya. Pemerintah Militer Jepang mengeluarkan UU No. 1 Tahun 1942 yang dalam pasal 2 menetapkan bahwa semua undang-undang, di dalamnya termasuk KUHPer Hindia Belanda, tetap berlaku sah untuk sementara waktu.
                Setelah proklamasi kemerdekaan yang mendadak. Pemerintah Indonesia belum membuat peraturan hukum yang beru mengenai hukum perdata dan pidana. Oleh sebab itu, setelah merdeka Indonesia masih menggunakan Hukum zaman Hindia Belanda yang dikodifikasikan. Sesuai UUD 1945 pasal II Aturan Peralihan, “Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang beru menurut undang-undang.” Setelah itu, baik ketika RIS (sesuai Pasal 192 ketentuan peralihan konstitusi RIS), kembali dengan bentuk NKRI dengan UUDS 1950nya (Pasal 142 ketentuan peralihan), kembali ke UUD 1945 dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Indonesia masih memberlakukan KUHPer zaman Hindia Belanda yang disesuaikan sedikit demi sedikit hingga sekarang.

Sumber/ Referensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

tambahkan komentar